Sabtu, 22 September 2012

Seklumit Sejarah Blora

Blora Era Kerajaan :
Blora dibawah Kadipaten Jipang.Blora di bawah Pemerintahan Kadipaten Jipang pada abad XVI, yang pada saat itu masih dibawah pemerintahan Demak. Adipati Jipang pada saat itu bernama Aryo Penangsang, yang lebih dikenal dengan nama Aria Jipang. Daerah kekuasaan meliputi : Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi setelah Jaka Tingkir (Hadiwijaya) mewarisi tahta Demak pusat pemerintahan dipindah ke Pajang. Dengan demikian Blora masuk Kerajaan Pajang. Blora dibawah Kerajaan Mataram : Kerajaan Pajang tidak lama memerintah, karena direbut oleh Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta. Blora termasuk wilayah Mataram bagian Timur atau daerah Bang Wetan.

Pada masa pemerintahan Paku Buwana I (1704-1719 ) daerah Blora diberikan kepada puteranya yang bernama Pangeran Blitar dan diberi gelar Adipati. Luas Blora pada saat itu 3.000 karya (1 karya = ¾ hektar). Pada tahun 1719-1727 Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat IV, sehingga sejak saat itu Blora berada di bawah pemerintahan Amangkurat IV.

Blora di Jaman Perang Mangkubumi (tahun 1727 - 1755):
Pada saat Mataram di bawah Paku Buwana II (1727-1749) terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid, Mangku Bumi berhasil menguasai Sukawati, Grobogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta. Akhirnya Mangku Bumi diangkat oleh rakyatnya menjadi Raja di Yogyakarta. Berita dari Babad Giyanti dan Serat Kuntharatama menyatakan bahwa Mangku Bumi menjadi Raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675, atau 11 Desember 1749. Bersamaan dengan diangkatnya Mangku Bumi menjadi Raja, maka diangkat pula para pejabat yang lain, diantaranya adalah pemimpin prajurit Mangkubumen, Wilatikta, menjadi Bupati Blora.

Blora dibawah Kasultanan : 
Perang Mangku Bumi diakhiri dengan perjanjian Giyanti, tahun 1755, yang terkenal dengan nama palihan negari, karena dengan perjanjian tersebut Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah Paku Buwana III, sedangkan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwana I. Di dalam Palihan Negari itu, Blora menjadi wilayah Kasunanan sebagai bagian dari daerah Mancanegara Timur, Kasunanan Surakarta. Akan tetapi Bupati Wilatikta tidak setuju masuk menjadi daerah Kasunanan, sehingga beliau pilih mundur dari jabatannya Blora sebagai Kabupaten : Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram Kabupaten Blora merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini disebabkan karena Blora terkenal dengan hutan jatinya. Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah Kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI JADI KABUPATEN BLORA. Adapun Bupati pertamanya adalah WILATIKTA.

Perjuangan Rakyat Blora menentang Penjajahan : 
Perlawanan Rakyat Blora yang dipelopori petani muncul pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Perlawanan petani ini tak lepas dari makin memburuknya kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan pada waktu itu. Pada tahun 1882 pajak kepala yang diterapkan oleh Pemerintah Penjajah sangat memberatkan bagi pemilik tanah ( petani ) . Di daerah-daerah lain di Jawa, kenaikan pajak telah menimbulkan pemberontakan petani, seperti peristiwa Cilegon pada tahun 1888. Selang dua tahun kemudian seorang petani dari Blora mengawali perlawanan terhadap pemerintahan penjajah yang dipelopori oleh Samin Surosentiko. Gerakan Samin sebagai gerakan petani anti kolonial lebih cenderung mempergunakan metode protes pasif, yaitu suatu gerakan yang tidak merupakan pemberontakan radikal. Beberapa indikator penyebab adana pemberontakan untuk menentang kolonial penjajah antara lain : Berbagai macam pajak diimplementasikan di daerah Blora Perubahan pola pemakaian tanah komunal pembatasan dan pengawasan oleh Belanda mengenai penggunaan hasil hutan oleh penduduk Indikator-indikator ini mempunyai hubungan langsung dengan gerakan protes petani di daerah Blora. Gerakan ini mempunai corak MILLINARISME, yaitu gerakan yang menentang ketidak adilan dan mengharapkan zaman emas yang makmur.

Nama Bupati Blora sebelum kemerdekaan adalah : 
Tumenggung Wilatikta ( 1749-1755 )
RT. Djayeng Tirtonoto ( 1762-1782 )
RT. Tirtokusumo ( 1782-1812 )
RT. Prawiro Yudho (1812-1823 )
RT. Tirto Nagoro ( 1823-1842 )
RT. Aryo Cokronagoro I ( 1842 )
RT. Tirto Nagoro ( 1843-1847 )
RT. Panji Noto Nagoro ( 1847-1857 )
RT. Tjokro Nagoro II ( 1873-1886 )
RMT. Tjokro Nagoro III ( 1886-1912)
RM. Said Abdulkadir Jaelani ( 1912-1926 )
RM. Tjakraningrat ( 1926-1938 )
R. Muryono Joyodigdo ( 1938-1942 )
RM. Sudjono ( 1942-1945 )

Bupati Blora dari 1945-2010 adalah :
 Mr. Iskandar ( 1945-1948 )
R. Wibisono ( 1948-1949 )
R. Siswadi Joyosurono ( 1949-1952 )
R. Sudjono ( 1952-1957 )
R. Sunartyo ( 1957-1960 )
R. Sukirno Sastro Dimejo ( 1960-1967 )
Srinardi ( 1967-1973 )
Supadhi Yudhodarmo ( 1973-1979 )
H. Soemarno ( 1979-1989 )
H. Soekardi Hardjoprawiro, MBA.MM ( 1989 -1999 )
Ir. Basuki Widodo ( 2000-2007 )
Drs. RM. Yudi Sancoyo, MM ( 2007-2010 )
Joko Nugroho ( 2010 -..........)

Sumber :
http://santuncahblora.blogspot.com/2007/04/sejarah-kabupaten-blora.html  http://bangdoel38.blogspot.com/2012/05/silsilah-dan-bupati-blora.html

Sabtu, 04 Agustus 2012

Jejak Sejarah Islam Blora di Museum Mahameru

MUSEUM Mahameru yang terletak di kompleks wisata Taman Tirtonadi Blora menyimpan banyak koleksi benda bersejarah peninggalan zaman kerajaan di Indonesia. Benda-benda itu hampir seluruhnya ditemukan di Blora. Dari sekian banyak koleksi yang tersimpan itu sebagian bernuansa islam. Itu ditunjukkan dengan terdapatkan huruf arab pada benda-benda tersebut. Selain itu, ada Alquran tulisan tangan, tafsir Alquran, dan kitab-kitab karangan ulama terdahulu. Hanya tidak diketahui dengan pasti kapan kitab-kitab itu dibuat. “Kami perkirakan kitab itu dibuat sebelum Islam masuk di Blora,” ujar Ketua Yayasan Mahameru, Gatot Pranoto. Indikasinya, antara lain didapat dari keterangan sejumlah warga bahwa kitab yang kini disimpan di lemari kaca itu dibuat tahun 849 Hijriah (1428 Masehi) oleh ulama mesir. Kitab tersebut bertuliskan tangan dengan tinta hitam. Bahan yang digunakan berupa kertas kuno. Kitab itu adalah Tafsir Jalalain, berisi tafsir Alquran surat Al Kahfi sampai Juz 29, ditulis Syeh As-Suyuti dari Mesir. Dari beberapa benda koleksi bernuansa islam di Museum Mahameru, terdapat Cupu (batu berongga) dari Desa Jiken, Kecamatan Jiken. Ketua Yayasan Mahameru, Gatot Pranoto, menyebutkan, di dalam Cupu berisi medali atau bandul perunggu yang bertuliskan huruf arab. Konon ceritanya, Cupu tersebut peninggalan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Ketika perang melawan penjajah Belanda di tahun 1825-1830 Masehi, Pangeran Diponegoro membekali para pengikutnya dengan benda-benda yang mampu membangkitkan kepercayaan diri. “Bisa jadi salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro itu adalah orang Blora,” tandasnya. Sunan Pojok Benda koleksi Museum Mahameru lainnya yang bernuansa islam adalah Kitab Ushul. Kitab itu terdiri atas tiga pokok bahasan yaitu Ilmu Tauhid karangan Ibnu Abbas Ahmad, tanya jawab tentang Ilmu Fiqih dan Tauhid, serta tentang Ummu Barohim dan Fathul Mubin karangan Imam Sanusi. Dari tulisan di dalam kitab diketahui, pemilik kitab tulisan tangan itu adalah Muhammad Munasir, Desa Sukorame, Distrik Tunjungan, Blora. Ada juga kitab yang terdiri atas tiga pokok bahasan, yaitu Sayidina (masalah tanya jawab tentang ilmu islam), Maírifatul Imam wal Islam tentang ilmu Tauhid, dan Fiqih karangan Abbas Ahmad dan kitab Ushul tentang dasar-dasar ilmu Fiqih. Selain itu, ada Alquran tulisan tangan dari Surat Al Baqarah sampai surat Ibrahim. Gatot Pranoto menyebutkan, benda-benda tersebut merupakan hibah dari sejumlah warga di Blora. “Itu terkait erat dengan penyebaran agama Islam di Blora,” tandasnya. Sejumlah versi sejarah menyebutkan, Islam kali pertama di Blora disebarkan Sunan Pojok. Selain keturunan dari para walisongo, Sunan Pojok juga mempunyai hubungan kedekatan†dengan budaya dan kesenian Yogyakarta. Sejarah itu pernah dikemukakan Kanjeng Raden Tumenggung H Harjono Nitidipuro yang datang bersama 14 orang abdi dalem dari Yogyakarta, khusus untuk menceritakan napak tilas sejarah Blora pada malam pengajian dalam rangka Haul Sunan Pojok tahun lalu. Harjono Nitidipuro adalah salah seorang keturunan Sunan Pojok. Menurutnya Sunan Pojok sangat dekat dan setia pada Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram. Semasa hidupnya dikenal dengan nama Pangeran Surabahu atau Syaikh Amirullah Abdulrahim, yang masih mempunyai hubungan darah dengan Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Ampel, dan Dewi Candrawati binti Arya Tejo Bupati Tuban, serta keturunan dari Sunan Ngudung yang berasal dari Jipang Panolan. Tugas yang diemban Sunan Pojok pada masa kejayaan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) sangat berat. Yakni menghadapi VOC dan beberapa adipati seperti Tuban, Pati, Pasuruan, Surabaya yang masih mbalelo terhadap Sultan Mataram kala itu. Sunan Pojok yang kala itu menjadi panglima perang, berhasil menuntaskan pekerjaannya dengan kemenangan yang diraih pada 20 November 1626. Usai menjalankan tugasnya, Sunan Pojok kembali ke Blora. http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=29552

Selasa, 31 Juli 2012

LOKOMATIF C19 BERSEJARAH

Selain mengoperasikan tram untuk sarana transportasi di kota Semarang, perusahaan kereta api swasta Semarang-Joeana Stoomtram Maatschappij (SJS) juga memperpanjang pembangunan jalan rel ke arah timur, yaitu Rembang, Blora dan akhirnya ke Cepu. Rute Semarang – Demak – Kudus – Rembang (197 km) dibangun pada tahun 1883 – 1900, sementara Rute Rembang – Blora – Cepu (70 km) selesai dibangun pada tahun 1902. Rute ini dianggap penting karena di daerah Rembang, Blora dan Cepu memiliki potensi hutan kayu jati yang besar dan sangat kaya akan kandungan minyak bumi. Kandungan minyak bumi di Cepu pertama kali ditemukan pada tahun 1914. Untuk melayani rute tersebut, SJS mendatangkan 12 lokomotif uap C19 dari pabrik Hartmann (Jerman) pada tahun 1898 - 1902. Setelah Perang Dunia II berakhir, 2 lokomotif C19 dipindah dari Jawa ke Sumatra Barat (ditempatkan di dipo Padang) untuk memenuhi kebutuhan transportasi kereta api di Sumatra Barat. Pada akhir masa dinasnya sekitar tahun 1973, lokomotif C19 digunakan untuk menarik gerbong ketel tetes tebu di sekitar Probolinggo – Pajarakan. Semula lokomotif C19 memiliki cerbong asap berbentuk corong namun kemudian digantikan oleh cerobong asap lurus. Lokomotif C19 memiliki susunan roda 0-6-0T. Lokomotif C19 juga dilengkapi dengan kotak pasir (sand box) dari bahan kuningan. Kotak pasir (Sand box) adalah kotak yang diisi dengan pasir yang digunakan untuk menyemprotkan pasir ke jalan rel agar permukaan jalan rel menjadi kering sehingga roda tidak slip. Biasanya roda akan slip jika lokomotif menarik rangkaian kereta dengan beban yang berat atau jalan rel yang menanjak. Berat keseluruhan 19,5 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 30 km/jam dan memiliki daya 255 HP (horse power). Lokomotif C19 menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara. Dari 12 lokomotif C19, saat ini masih tersisa 1 buah lokomotif C19, yaitu C19 12 (mulai operasional tahun 1902). C19 12 dipajang di Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=311%3Alokomotif-c19&catid=68&Itemid=133&lang=id

Senin, 30 Juli 2012

KH. ZAINAL ABIDIN

K.H. Zainal Abidin adalah pendiri sebuah pondok pesantren di Desa Talokwohmojo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, pada tahun 1900, dan di sana sekarang menjadi basis penggemblengan Tarekat terbesar di Kabupaten Blora. Daftar isi Kelahiran Berawal dari tokoh agama berjuluk Longko Pati dari desa Nganguk Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Bersama istrinya, mereka pindah dari kota Pati ke kota Blora, tepatnya di Banjarwaru Kec. Ngawen Kab. Blora, tanpa diketahui alasannya. Di sinilah lahir seorang putra bungsu bernama Zainal Abidin yang dalam perkembangannya mempunyai kecakapan ilmu agama. Kemahiran ilmu agamanya menimbulkan ketertarikan seorang hartawan di desa Talokwohmojo hingga suatu ketika Zainal Abidin dinikahkan dengan salah seorang putrinya bernama Haminah. Dari pernikahan inipun membawa babak baru dalam sejarah Desa Talokwohmojo. Pendiri Pesantren Melihat potensi anak menantunya, ayah mertua Zainal Abidin meberikan sebidang tanah seluas satu hektar di bilangan desa Talokwohmojo untuk mengajarkan dan mengembangkan ilmu agama. Pada tahun 1900, di atas tanah pemberian mertuanya, dibangun sebuah langgar kecil untuk salat berjamaah warga sekitar. Selain berjamaah langgar itu juga dijadikan tempat belajar Alquran sekaligus kitab-kitab kuning. Itu sebabnya, tempat ini lebih dikenal sebagai pondok pesantren. Pada tahun-tahun berikutnya Zainal Abidin tidak hanya mengajarkan ilmu fikih dan ilmu Alquran saja, sebab pada tahun 1908 ia resmi diangkat sebagai mursyid tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah. Artinya beliau telah mendapatkan izin mengajar dan mebaiat para santri tarekat di Desa Talokwohmojo pada khususnya dan warga desa sekitar pada umumnya. Pelajaran tarekat itu didapatkan dari salah seorang mursyid Tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah bernama K.H Ahmad Rowobayan, Padangan, Kabupaten Bojonegoro, ujung barat propensi Jawa Timur. Mulai tahun tersebut terdapat dua corak pendidikan agama; fikih-salaf dan tasawuf-tarekat. Pesantren itu merupakan pondok pesantren pertama dan tertua, serta satu-satunya pondok pesantren tarekat di kota Blora. Generasi Penerus Dari pernikahan dengan Haminah beliau mendapatkan sembilan anak dengan perincian anak laki-laki berjumlah enam dan anak perempuan berjumlah tiga. Beliau dinikahkan dengan murid guru tarekatnya bernama Ruqayyah setelah istri pertamanya meninggal dunia. Dengan Ruqayah beliau mendapatkan tiga putra dan putri. Kemudian pada tahun 1922 K.H Zainal Abidin menghadap Allah Swt. Periode selanjutnya pondok salaf dan tarekat di pegang oleh putra pertama dari istri pertama, K.H Ahmad Hasan. Pada masa ini pondok sempat mengalami guncangan saat menghadapi penjajah, terutama penjajah Jepang. Tindakan represif di alamatkan pada pondok pesantren tersebut, hingga pada akhirnya K.H Ahmad Hasan wafat pada tahun 1942. Sepeninggal K.H Ahmad Hasan, adiknya, K.H Ismail, meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. Beliau adalah putra putra kedua dari ibu pertama pendiri pondok tersebut. Beliau murid kesayangan dari K.H Kholil Kasingan Rembang dan juga sempat berguru kepada Hadratus Syekh K.H Hasyim Asyari di Tebuireng. Di tangan K.H. Islamil tersebut pondok mengalami perkembangan pesat, santri dari luar kota mulai berdatangan. Selain tempat persinggahan, pondok tersebut juga digunakan sebagai tempat perlindungan para ulama, pejabat dan masyarakat. Tercatat dalam sejarah pada tahaun 1948 terjadi pemberontakan PKI pertama. Pondok tersebut menjadi tempat perlindungan ulama-ulama dan pejabat pemerintahan dari ancaman PKI. Akhir September pada tahun tersebut Blora dapat dikuasai oleh PKI Muso dan dalam waktu singkat membentuk pemerintahan baru. Para pejabat dan ulama mendapatkan ancaman bahkan aksi pembantaian. Bupati Blora dan tokoh-tokoh yang lain di bantai oleh PKI pada saat itu. Demikian pula saat agresi militer belanda yang kedua pada tahun 1949. Pondok Pesantren tersebut juga pernah menjadi markas pertahanan para tentara dan sukarelawan sewaktu melawan Belanda. K.H Ismail wafat tahun 1956. Perkembangan Pesantren Pada periode ini kepemimpinan diserahkan kepada putra mantu dari putri dari istri kedua K.H Zainal Abidin, yakni K.H Nahrowi. Mulai dari periode ini terdapat pemisahan pengelolaan pondok syariat dan tarekat. K.H Nahrowi mengelola pondok tarekat dan pondok syariat di serahkan pada putra bungsu K.H Zainal Abidin, yaitu K.H Abbas. Pada periode tersebut muncul inisiatif untuk memberikan nama pondok pesantren dengan nama Mambaul Huda. Dalam memegang pondok syariat, K.H. Abbas dibantu K Rosikhin, Putra dari K.H Nahrowi. Namun pada tahun 1976 K.H Abbas wafat dan sepuluh tahun kemudian menyusul K.H Nahrowi. Sepeninggal K.H. Abbas, pondok syariat dipegang oleh K.H Ali Ridlo, yang juga menantu K.H Abbas, sedangkan sepeninggal K.H Nahrowi pondok tarekat diserahkan kepada putranya, K.H Musthofa Nahrowi. Beliau merupakan merupakan mursyid Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang di baiat oleh ayahnya sendiri. Meskipun banyak perkumpulan pengajian tarekat semisal Syadziliyah dan Qodiriyah, di Blora hanya ada satu mursyid yaitu muryid yang ada di Pondok Pesantren Mambaul Huda. Sekarang, corak pendidikan yang ada di sana bukan hanya syariat dan tareqat, namun juga telah mengikuti kurikulum negara. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Zainal_Abidin_%28tokoh_agama%29

Minggu, 03 Oktober 2010

Sekilas Sejarah Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Rowobayan dan Tarekat Talokwohmojo

A. Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah, bagi kalangan Nahdliyiin merupakan salah satu tarekat yang mu’tabaroh (yang sanadnya sampai ke Rasulullah SAW). Tarekat ini di dirikan oleh Syaikh Naqsaband, yang nama lengkapnya Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Husayni Al-Uwaysi Al-Bukhari, yang lahir di Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara 4 mil dari tempat desa Imam Bukhari di lahirkan, Asia Tengah, pada bulan Muharram tahun 717 H/1317 M. Nasabnya bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Al-Husain RA bin Sayyidatina Fatimah.
Syaikh Naqsaband di beri gelar Bahauddin karena berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus, benar dan penuh penghayatan yang indah. Pada masa Bahauddin di daerah Asia Tengah para guru sufi mempunyai peranan penting dalam kehidupan beragama dan tradisi Islam, salah satunya adalah Khoja – bahasa Persia bentuk jama’ dari khwaja yang artinya kyai agung – Muhammad Baba Sammasi. Di ceritakan saat Bahauddin lahir Khoja Baba Sammasi sedang berkunjung di desa sebelah tempat Bahauddin lahir, khoja Baba Sammasi melihat cahaya yang menyemburat dari arah Qasrel Arifan. Khoja Baba Sammasi lalu memberitahukan bahwa dari desa itu akan muncul seorang wali agung.
Kurang lebih 18 tahun kemudian, Khoja Baba Sammasi memanggil kakek Bahauddin agar membawanya menghadap (dalam bahasa jawa : sowan) kepada Khoja Baba Sammasi dan langsung di bai’at dan jadikan putra angkat. Riwayat lain mengatakan yang mengantarkan Bahauddin bukan kakeknya tetapi ayahnya.
Ayah angkat Bahauddin, Khoja Baba Sammasi wasiat kepada penerusnya Sayyid Amir Kulali, agar mendidik Bahauddin dalam meniti suluk sufi sampai puncaknya. “Semua ilmu dan pencerqahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu kalau kamu lalai melaksanakan wasiat ini” begitulah kurang lebih wasiat Khoja Baba Sammasi kepada Sayyid Amir Kulali al Bukhari (w. 772/1371).
Setelah Khoja Baba Sammasi meninggal dunia, Bahauddin berangkat ke kediaman Sayyid Amir Kulali di Nasaf dengan berbekal dasar yang telah di berikan oleh Khoja Baba Sammasi. Dasar yang diberikan oleh Khoja Baba Sammasi salah satunya adalah jalan tasawuf dimulai dengan menjaga kesopanan tindak tanduk dan perasaan hati agar tidak lancing kepada Allah, Rasulullah dan Guru (tarekat). Bahauddin juga percaya bahwa jalan tasawuf hanya bisa mengantarkan tujuan kalau dilalui dengan sikap rendah hati dan penuh konsentrasi.
Dalam bimbingan Sayyid Amir Kulali, Bahauddin mengalami berabagi macam peristiwa yang mencengangkan. Salah satunya di tangkap dua orang yang tak dikenal dan kemudian ia di tinggal di makam seorang wali. Di makam tersebut, Bahauddin melihat lampu yang sumbunya masih panjang dan minyaknya masih banyak, tetapi apinya hampir padam. Bahauddin tergerak uyntuk menggerakkan sedikit sumbu agar api menjadi besar dan menerangi makam wali tersebut. Saat menggerakkan sumbu lampu dengan khusuk, tahu-tahu sekat pembatas antara dunia nyata dan alam barzah terbuka. Pada waktu itu Bahauddin mendapatkan semua mahaguru khwajakan (masyayikh / guru-guru sebelumnya) yang sudah meninggal dunia, termasuk guru pertamanya Khoja Baba Sammasi.
Pada pertemuan tersebut, Bahauddin di hadapkan oleh salah satu guru kepada Khoja Abdul Khaliq Gujdawani – ada yang menyebut al Ghozduwani dan al Fajduwani -, dari Khoja Abdul Khaliq ; Bahauddin mendapatkan bimbingan langsung dalam meniti suluk sufi. Sejak pertemuan itu, Bahauddin mendapatkan gelar al Uwaysi karena mendapatkan pelajaran sprititual langsung dari seorang guru yang sudah meninggal dan tidak pernah ditemui di dunia. Hal ini sama dengan Uways Al Qorny, seorang tabi’in yang mendapat pelajaran spiritual langsung dari ruh Nabiallah Muhammad SAW.
Setelah semua ilmu dan pencerahan spiritual yang ada pada gurunya habis diserap, Sayyid Amir Kulali memerintahkan Bahauddin untuk mengembara seraya menunjuk dadanya dan berkata “semua yang ada di sumber ini sudah habis kamu sedot, maka mengembaralah “!.
Bahauddin pernah belajar kepada beberapa guru tarekat lain, antara lain : Arif Al Dikkarani, Hakim Ata sehingga Bahauddin menjadi seorang sufi terbesar dari kawasan Asia Tengah. Bahauddin meninggal pada malam Senin, 3 Robiul Awwal 791 H / 1391 M.
Silsilah atau sanad tarekat Naqsabandiyah sampai kepada Rasulullah SAW, hal ini sebagaimana di jelaskan dalam buku The Darvishes karangan J.P Brown dan Tanwirul Qulub karangan Muhammad Amin Al Kurdi. Tarekat Naqsabandiyah mempunyai kedudukan yang istimewa karena berasal dari Abu Bakar r.a, mengenai Abu Bakar r.a Nabi Muhammad SAW pernah bersabda : “Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah dalam dadaku melainkan aku mencurahkannya kembali ke dalam dada Abu Bakar”.
Tarekat yang di nisbahkan kepada Syaikh Bahauddin an Naqsabandi ini tersebar luas di seluruh dunia dan mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama Islam di dunia termasuk di Amerika, Eropa dan Indonesia. Di Indonesia cabang dari tarekat Naqsabandiyah antara lain : Khalidiyah, Mujaddiyah, Muzhariyah dan Qodiriyah-Naqsabandiyah. Untuk cabang yang terakhir adalah simbiosis dari dua tarekat besar di dunia.
Dalam Muktamar ke IX Jam’iyyah Ahli al Thoriqoh al Mu’tabaroh al Nahdliyyah, ada 46 tarekat atau thoriqoh yang mu’tabaroh, antara lain : 1. Rumiyyah, 2. Rifa’iyyah, 3. Sa’diyyah, 4. Bakriyyah, 5. Justiyyah, 6. ‘Umariyyah, 7. ‘Alawiyyah, 8. ‘Abbasiyyah, 9. Zainiyyah, 10. Dasuqiyyah, 11. Akbariyyah, 12. Ghazaliyyah, 13. Hamzawiyyah, 14. Haddadiyyah, 15. Malbubiyyah, 16. Sumbuliyyah, 17. Idrusiyyah, 18. Utsmaniyyah, 19. Sadziliyyah, 20. Sya’baniyyah, 21. Kalsyaniyyah, 22. Khodliriyyah, 23. Bayumiyyah, 24. Malamiyyah, 25. Ghaiyyah, 26. Tijaniyyah, 27. Uwaisiyyah, 28. Idrisiyyah, 29. Samaniyyah, 30. Buhuriyyah, 31. Usyaqiyyah, 32. Kubrowiyyah, 33. Maulawiyyah, 34. Jalwatiyyah, 35. Bairumiyyah, 36. Syathoriyyah, 37. Khowathiyyah, 38. Bakdasyiyyah, 39. Syuhrowiyyah, 40. Al Madiyyah, 41. ‘Isawiyyah, 42. Thuruq Al Kabir Al Auliya’, 43. Qodiriyyah wa an Naqsabandiyyah, 44. Kholidiyyah wa an Naqsabandiyyah, 45. Junaidi Al baghdadi, 46. Ahli Mulazzamah al Qur’an wa as Sunnah wa Dala’il al Khoirot wa Ta’lim Fathil Qorib aw Kifayah Al Awam. (KH. Abdul Wahid Zuhdi, Fikih Kemasyarakatn, hlm 149-150.)

B. Tarekat Rowobayan
Tarekat Naqsabandiyah Rowobayan salah satu tarekat yang mempunyai peran penting dalam syiar agama islam dan mempunyai pengaruh di beberapa daerah. Antara lain : di Bojonegoro meliputi Mulung, Kedung Adem dan Padangan, Gresik, Lamongan meliputi Kembang Bahu, Tikung, Takeran, Gempol, Moroplang, Cungkup, Sukodadi, Pucuk dan Babat. Selian itu juga menyebar di daerah Kalimatan Barat (Pontianak), Jakarta, Jawa Tengah seperti di Talokwohmojo Ngawen Blora. Tarekat Naqsabandiyah Rowobayan berpusat di dukuh Rowobayan desa Kuncen kecamatan Padangan kab Bojonegoro. Tarekat ini dibawa oleh Kyai Ahmad – dikemudian hari dikenal dengan nama KH. Ahmad Rowobayan bin Kyai Munada - keturunan Kyai Sabil mertua Kyai Sambu Lasem, Rembang dari garis keturunan Kyai dan Nyai Nursadin cicit dari Kyai Siban bin Kyai Sabil.
KH. Ahmad Rowobayan – selanjutnya Kyai Ahmad- tidak bisa dilepaskan dari sejarah dukuhan Rowobayan, pada tahun 1880 Bupati Bojonegoro Kanjeng RM. Tumenggung Tirto Noto (periode 1878-1888) setelah bersilaturahim di rumah Kyai Ahmad, Bupati Bojonegoro memberikan tanah di sebelah selatan desa Kuncen yang berupa rawa, Kyai. Ahmad menerima tawaran Bupati Tumenggung Tirto Noto. Kemudian Kyai Ahmad membuka tanah rawa tersebut pada usia 54 tahun, sebagian besar tanah yang berikan Bupati dijadikan sawah sebagian lainnya dibangun rumah dan pesantren.
Kyai Ahmad di lahirkan di Kuncen Padangan pada hari Kamis Kliwon tanggal 5 Robiul Awwal 1247 / 1831 M. Sebagaimana yang tertulis dalam buku harian Kyai Ahmad yang ditulis dengan bahasa arab dan jawa dengan huruf pegon, “ Hijjaratun Nabi Shallahu ‘alaihi wasallam sanah bak, 1247, syahrur ar robi’ul awwal, tanggal kaping gangsal dinten kemis kliwon, dhohiripun Khajji Ahmad bin Munada, umur 47 ngagem tesmak”, artinya ; tahun 1247 H, tahun Bak, bulan Robiul Awal, tanggal 5, hari kamis kliwon, lahirlah Haji Ahmad bin Munada, umur 47 tahun memakai kaca mata. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Mufrodi, Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya, bahwa tahun 1247 H sama dengan tahun 1831 M karena 1 Muharram 1247 H jatuh pada tanggal 12 Juni 1831, sedangkan Kyai Ahmad lahir pada bulan Robiul Awal sehingga lahirnya sekitar tanggal 15 Agustus 1831. Menurut Kyai Abdurohman Rowobayan – salah satu guru tarekat Naqsabandiyyah yang juga sekaligus cucu Kyai Ahmad Rowobayan – bahwa lahirnya Kyai Ahmad bersamaan dengan berdirinya Masjid Padangan Darul Muttaqin.
Ayah Kyai Ahmad adalah Kyai Munada yang berasal dari dukuh Pandaratan, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen. Kyai Munada merupakan salah satu prajurit Diponegoro yang dikejar-kejar oleh penjajah Belanda, yang akhirnya dalam pelariannya sampai di Padangan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1825 M. Kyai Munada dating ke Padangan bersama dengan dua temannya : Zakariya (Jokoriyo) dan Nur Salim. Pilihan Kyai Munada bersembunyi di Padangan bukan kebetulan, di Desa Ngasinan Padangan adalah markas parjurit Pangeran Diponegoro, pasukannya bergelar Malang Negoro. Pasukan yang dipimpin oleh Panglima yang bernama Tanggono Puro – berjuluk Mbah Malang Negoro - dengan seorang penasehat Kyai Kasan Wirodikromo atau Sayyid Abu Bakar Alaydrus. Pasukan ini bertugas memutus jalur hubungan antara penjajah Belanda yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai dari Lasem hingga Pacitan.
Keluarga Kyai Ahmad pada waktu itu adalah keluarga yang bersahaja, dan tidak berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang terjajah oleh Belanda. Namun orang tua Kyai Ahmad mempunyai keyakinan mampu mengantarkan putra-putrinya menjadi ahli dalam ilmu agama. Pendidikan pertama di terima oleh Kyai Ahmad dari ayahnya Kyai Munada, setalah itu di Pesantren Langitan, Widang, Tuban. Pada masa itu Pesantren Langitan terkenal dengan ilmu alatnya ( ilmu tata bahasa arab), sehingga dapat di maklumi bahwa Kyai Ahmad juga menguasai dan mahir ilmu-ilmu tersebut. Hal ini dibuktikan kitab-kitab yang dipunyai oleh Ahmad sewaktu masih menimba ilmu di Pesantren Langitan. Setelah di rasa cukup, Kyai Ahmad pindah dari Pesantren Langitan ke Semarang untuk menimba ilmu kepada Kyai Sholeh Darat. Selilas tentang Kyai Sholeh yang bernama Muhammad Sholih bin Umar Al Shamarani. Salah satu keistimewaan Kyai Sholeh adalah ke-alim-annya, yang tidak saja diakui oleh ulama-ulama nusantara tetapi juga penguasa Makkah sewaktu beliau bermukim disana, hal ini terlihat beliau menjadi salah satu pengajar di Makkah.
Kyai Ahmad mempunyai dua anak laki-laki, bernama Abdurrahim - nama kecilnya adalah Abdul Rouf – dan Abdul hadi. Kyai Ahmad nikah pertama kali dengan Umi Zainah yang menurunkan Abdurrohim (Abdul Rouf) tahun 13 Jumadil Awal 1284 H kurang lebih sama dengan 17 Oktober 1867 M. Perkawinan antara Kyai Ahmad dengan Umi Zainah tidak diketahui tahunnya. Setalah Umi Zainah meninggal saat melahirkan Abdul Rouf, Kyai Ahmad menikah dengan Umi Kasiroh yang tercatat pada 18 Jumadil Akhir 1284 H kira-kira bertepatan dengan 23 Nopember 1867 M.
Dari Umi Kasiroh, Kyai Ahmad mempunyai keturunan Sholih/Sholihun yang lahir pada tahun 1285 bulan Rajab, kurang lebih sama dengan 27 Nopember 1868 M. Sholih dikemudian hari berganti nama menjadi Abdul Hadi – kemungkinan – setelah melakukan bai’at di Jabal Qubais sewaktu menunaikan ibadah haji. Selain Abdul Hadi, Kyai Ahmad mempunyai keturunan antara lain : Ruqoyyah, Fathimah, Siti Aminah, Rubingah, Mas’amah dan Siti Maryam.
Kyai Ahmad salah satu orang yang ‘alim di bidang tasawuf / tarekat. Ilmu Tasawuf didapat Kyai Ahmad dari Kyai Sholeh Kasuman Pati. Kyai Sholeh Kasuman dari Syaikh Utsman Fauzi bin Yusuf Jabal Qubais. Setelah melaksanakan ibadah haji Kyai Ahmad bai’at langsung kepada Syaikh Utsman Jabal Qubais. Setelah dianggap mampu dan mumpuni, Kyai Sholeh Kasuman memberikan izin kepada Kyai Ahmad untuk mendirikan Tarekat Naqsabandiyyah di Rowobayan dan sekaligus menjadi mursyid pertama di Rowobayan.
Sebagai tanda bahwa Kyai Ahmad menjadi mursyid, oleh Kyai Sholeh Kasuman memberikan hadiah berupa dua buah kitab tarekat kepada Kyai Ahmad, yaitu : Kitab Hablul Matin ( Tali yang kuat) dan Kitab Risalatul Ajibah ( Lembaran yang mengagumkan). Kedua kitab tersebut masih tersimpan sampai sekarang.
Silsilah Tarekat Naqsabandiyyah Kyai Ahmad Rowobayan sampai ke Rasulillah SAW :
1. Rasulullah Muhammad saw.
2. Abu Bakar ash-Shiddiq
3. Salman al-Farisi
4. Qasim Muhammad al-Bakr
5. Ja'far Shadiq
6. Musa al-Kadhim
7. Ali Ridho
8. Ma'ruf al-Karkhi
9. Abu Yazid al-Basthamy
10. Muhammad al-Maghribi
11. Abu Yazid al-Isyqy
12. Mudhaffir ath-Thusi
13. Hasan al-Kharqany
14. Ali al-Farmadhi
15. Yusuf al-Hamdany
16. Arif ar-Riwayukari
17. Mahmud al-Arjiri
18. Ali ar-Ramitani
19. Baba as-Samasi
20. Sayyid Amir Kulal
21. Bahauddin an-Naqsyabandi
22. Alauddin Athar
23. Ya'kub al-Jarkhi
24. Ubaidillah Ahrary
25. Muhammad az-Zahid
26. Darwis Muhammad
27. Muhammad Khaujaki
28. Muhammad al-Baqi
29. Muhammad al-Faruqy
30. Muhammad Ma'sum
31. Syaifuddin
32. Sayyid Nuruddin
33. Syamsuddin Habibullah
34. Abdullah Dahlawi
35. Dhiyauddin Khalidi
36. Abdullah Arzinjani
37. Sulaiman ath-Tharabilisy
38. Isma'il Barusi
39. Sulaiman Zuhdi
40. Ahmad Robbayani
Kyai Ahmad Rowobayan meninggal pada hari Kamis Pahing, 27 Jumadil Awwal 1333 H atau 7 April 1915 M, dimakamkan di sebelah utara masjid Rowobayan. Setelah wafatnya Kyai Ahmad, mursyid Tarekat Naqsabandiyyah di Rowobayan di pegang oleh KH. Abdurrahim putra pertama Kyai Ahmad, dan KH. Abdul Hadi sebagai badal KH. Abdurrahim. Kepemimpinan KH. Abdurrahim tidak berlangsung lama, beliau meninggal dunia menyusul ayahnya. Setelah wafatnya KH. Abdurrahim, KH. Abdul Hadi yang sebelumnya menjadi badal menggantikan posisi KH. Abdurahim menjadi Mursyid Tarekat Naqsabandiyah di Rowobayan.
Pada masa KH. Abdul hadi inilah pesantren Rowobayan berkembang, perkembangan pesantren yang di pimpin oleh KH. Abdul Hadi tidak hanya di bidang tasawuf / tarekat, juga di bidang pendidikan, hal dibuktikan dengan mendirikan Madrasah Diniyyah pada tahun 1920-an, pengajian dengan sistem sorogan dan bandongan di selenggarakan di Masjid.
KH. Abdul Hadi wafat pada masa pendudukan Jepang, kira-kira tahun 1944. K. Yusuf menrangkang bahwa wafat KH. Abdul Hadi pada hari Selasa 7 Rajab 1361 atau sama dengan 19 Januari 1942. Setelah wafatnya KH. Abdul Hadi diganti oleh KH. Abdurrahman – putra kakaknya atau kemenakan KH. Abdul Hadi-, langkah ini diambil karena putra KH. Abdul Hadi belum ada yang mumpuni dalam memimpin tarekat Naqsabandiyyah di Rowobayan.

C. Tarekat Talokwohmojo
Adanya tarekat di Talokwohmojo tidak bisa lepas dari sosok KH. Zainal Abidin bin KH. Muzaro’ah. KH. Zainal Abidin adalah badal Kyai Ahmad Rowobayan untuk daerah Blora. Pada waktu itu,menjadi badal atau pengganti Kyai Ahmad untuk daerah Blora bertempat di desa Nggusten Blora.
Setelah di anggap mampu dan mumpuni KH. Zainal Abidin, diberikan izin untuk menjadi mursyid Tarekat di Blora. Setelah KH. Zainal Abidin menikah dengan Nyai Kaminah (Haminah) gadis asli Talok – menurut banyak sumber bahwa Nyai Kaminah berasal dari daerah Talok bagian barat, yakni SD Talokwohmojo I ke barat, di komplek musholla Talok kulonan – KH. Zainal Abidin dan Nyai Kaminah di beri tanah oleh ayah Nyai Kaminah yang terkenal dengan keangkerannya kurang lebih satu hektar di sebelah timur laut desa Talokwohmojo.
Di tanah pemberian mertuanya inilah KH. Zainal Abidin bersama Nyai Kaminah mendirikan musholla / langgar untuk mengajar ilmu syariat dan membai’at santri tarekatnya. Pendirian musholla terjadi pada tahun 1900 M. Sekitar musholla saat ini menjadi perkampungan kecil yang di huni oleh anak cucu KH. Zainal Abidin yang kemudian di kenal dengan Talok Pondokan.
Untuk sejarah pondok pesantren dan perkembangan tarekat Talokwohmojo akan penulis jelaskan pada bab selanjut.

Selasa, 27 Juli 2010

Legenda Longko Pati

Legenda Longko Pati bagi sebagian besar masyarakat Ngawen bahkan Blora tidak banyak yang mengetahui, karena legenda ini tidak popular seperti legenda-legenda yang ada di Blora khususnya di Ngawen. Seperti legenda Noyo Gimbal atau Samin Surasentiko yang sampai saat ini masih banyak yang mengetahui kisah sang legenda walaupun sudah banyak yang terkurangi atau ditambahi dalam legenda tersebut.
Berawal dari Desa Nganguk Kec. Jakenan, Kab. Pati Jawa Tengah yang sering di gunakan oleh KH. Mutamakin (Kajen), KH. Abdul Qohar (Ngampel Blora) dan KH. Muzaro’ah – ada juga yang menyebut dengan nama Jérangah - atau Longko Pati (Kedungjambon Ngawen Blora) bertemu dan membahas strategi untuk melawan penjajah Belanda yang “menguasai” Nusantara saat itu. Dengan intensitas pertemuan yang cukup sering antara tokoh-tokoh agama ini, Belanda tidak senang dan Belanda merasa terganggu kekuasaannya di Nusantara khususnya di wilayah Pati, Belanda merencanakan pengrebekan untuk menangkap ketiga orang tersebut. Setelah tentara Belanda sampai di lokasi pertemuan, baru di intip atau tepatnya dalam bahasa Jawa dianguk para tokoh tersebut sudah melarikan diri dan lolos dari penangkapan Belanda. Konon, dari peritiswa inilah nama desa Nganguk ada.
Dalam pelariannya ; KH. Muzaro’ah bersama istri dan KH. Abdul Qohar menuju daerah Blora, KH. Abdul Qohar yang akhirnya menetap di daerah Blora Utara tepatnya di desa Ngampel Kec. Blora, sedangkan KH. Muzaro’ah akhirnya tiba di Banjarwaru Kec. Ngawen, sebelah barat Blora. Dalam pelariannya, KH. Muzaro’ah tidak hanya mencari aman dari pengejaran tentara Belanda, di Banjarwaru KH. Muzaro’ah juga melakukan syiar agama Islam dengan cara yang sangat baik dan santun. Di Banjarwaru KH. Muzaro’ah bekerja kepada seorang janda yang kaya raya.
Setelah sekian lama bekerja dengan janda kaya raya tersebut, KH. Muzaro’ah mengetahui kebiasaan majikannya yang selalu membungkus uang sebanyak tujuh bungkusan. Melihat hal ini, KH. Muzaro’ah menanyakan kepada sang majikan berkenaan dengan tujuh bungkusan tersebut. Kemudian sang majikan menjelaskan bahwa setiap malam sang majikan selalu di datangi rampok atau begal yang jumlahnya tujuh orang.
Setelah mendapatkan penjelasan dari majikannya, KH. Muzaro’ah memberi saran kepada majikannya untuk tidak membungkus uang lagi di malam selanjutnya dan menjamin keselamatannya untuk malam-malam berikutnya, kecuali di malam yang dimana KH. Muzaro’ah mendapatkan penjelasan tentang tujuh bungkusan tersebut.
Dimalam tersebut, KH. Muzaro’ah memagari rumah sang majikan dengan karomah yang beliau punya dan menunggu kedatangan begal yang selalu datang ke rumah sang majikan untuk meminta jatah uang. Setelah ketujuh begal datang ke rumah majikan KH. Muzaro’ah, mereka tidak bisa masuk kedalam rumah, para begal seperti memanjat batu yang sangat besar. Akhirnya mereka kelelahan memanjat dan akhirnya tertidur, melihat para begal yang kelelahan dan tertidur KH.Muzaro’ah meminta rewang/pembantu majikannya untuk memasak nasi liwet dengan sayur dan lauk-pauknya. Setelah masakan yang beliau minta siap, para begal yang tertidur di bangunkan kemudian diajak makan bersama. Dalam makan bersama begal tersebut, KH. Muzaro’ah menjanji para begal untuk tidak melakukan kejahatan apapun, kalau tidak mereka akan mati dan para begal di tawari untuk masuk Islam dan akhirnya ketujuh begal tersebut sadar dan masuk Islam dan konon menjadi murid KH. Muzaro’ah.
Dalam kisah lain yang penulis dapatkan, bahwa KH. Muzaro’ah apabila mendapatkan/menangkap maling atau penjahat tidak dihukum mati, tetapi di nasehati yang akhirnya sadar agar tidak melakukan kejahatan lagi. Karena pada waktu itu, apabila maling atau penjahat tertangkap pasti dihukum mati.
Dari kedua kisah diatas, KH. Muzaro’ah mendapatkan julukan atau gelar Longko Pati, Longko yang berarti tidak mungkin dan Pati adalah mati, maka Longko Pati adalah orang yang tidak mungkin mati menghadapi para begal dengan karomah yang beliau punya. Menurut KH. Abdul Rozak – cicit KH. Zainal Abidin – gelar Longko Pati didapatkan KH. Muzaro’ah dari Bupati Blora pada waktu itu. Siapa bupati yang menjabat atau tahun berapa KH. Abdul Rozak tidak mengetahuinya.
Dalam perjuangannya syiar agama Islam KH. Muzaro’ah (Longko Pati) di daerah Blora bagian barat diteruskan oleh anak cucunya sampai saat ini. Karena KH. Muzaro’ah mempunyai dua putra dan lima putri, putra pertama adalah KH. Ahmad Kasio yang dimakamkan di samping KH. Muzaro’ah atau Longko Pati di Kedungjambon Sumberejo Ngawen Blora dan KH. Zainal Abidin yang dimakamkan di Komplek PP. Mambaul Huda Talokwohmojo Ngawen Blora. Untuk kelima putri Longko Pati penulis tidak mendapatkan data nama, hanya mendapatkan tempat tinggal terakhir. Untuk tiga putri Longko Pati menetap di Banjarwaru Ngawen Blora, satu di Wonosemi Banjarejo Blora dan satu di Wangil Sambonganyar Ngawen Blora.
Hal yang perlu diketahui bahwa, KH. Muzaor’ah ada hubungan dengan KH. Mutamakin Kajen dan KH. Abdul Qohar Ngampel Blora, sampai saat ini masih simpang siur. Menurut KH. Abdul Rozak ketiga kyai ini bersaudara kandung. Sedangkan informasi yang belum penulis ketehui kebenarannya, bahwa KH. Mutamakin adalah tiga bersaudara, sedangkan dua saudara KH. Mutamakin melarikan diri ke Blora yakni KH. Abdul Qohar dan saudara perempuannya.

Jumat, 02 Juli 2010

Konsep Kedaulatan

Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Ada berbagai macam jenis kedaulatan dalam kajian negara. Sebelum mengkaji macam-macam kedaulatan perlu kita simak istilah kedaulatan. Istilah kedaulatan pertama kali digunakan oleh Jean Bodin pada abad ke-16. Kalau kita simak dalam istilah bahasa, kedaulatan berasal dari terjemahan kata sovereignty dalam bahasa Inggris, selain dari bahasa Inggris juga berasal dari bahasa Prancis – souverainete, bahasa Jerman - sovereignitiet, bahasa Belanda - souvereyn dan dalam bahasa Italia - sperenus. Istilah-istilah bahasa diatas menunjukkan pengertian bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kedaulatan bermakna kekuasaan yang tertinggi atau hak dipertuan (atas pemerintahan negara). Menurut Amiruddin, kata kedaulatan berasal dari bahasa Arab yakni dari kata dậla yadûlu atau dalam bentuk jamak duwal yang makna berganti-ganti atau perubahan. Mahmud Yunus memberi makna duwal dengan arti berganti atau perubahan juga memberi arti kerajaan, negara dan kuasa.
Kedaulatan sendiri bagian dari “simbol” negara. Dalam era modern saat ini, banyak negara di dunia menggunakan asas demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi sebagai asas selalu menjunjung tinggi pemerintahan berada di tangan rakyat. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people, for the people) merupakan sebuah pengertian yang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan yang ada dalam sebuah pemerintahan atau negara adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat bukan raja, atau sekelompok orang.
Sebelum membahas tentang kedaulatan lebih jauh, kita lihat beberapa definisi kedaulatan. Sebagai pencetus kedaulatan, Jean Bodin mendefinisikan kedualatan adalah kekuasaan absolut dan abadi yang diletakkan di commonwelth (persemakmuran) ; ia adalah kekuasaan tertinggi diatas warga negara dan tidak dibatasi oleh hukum. Dalam Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy kedualatan adalah sebuah kekuasaan yang di miliki oleh seseorang atau lembaga terhadap orang lain atau lembaga lain yang berada dalam wilayahnya. Sifat dari kedaulatan adalah tidak dapat dibagi, abadi dan mutlak.
Frans Magnis Suseno mendefinisikan kedaulatan sama dengan Jean Bodin yakni hak kekuasan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tanpa kecuali. Jean Bodin memberikan contoh kedualatan dengan kekuasaan Tuhan yang tidak dapat dibagi dengan tuhan lainnya, karena kekuasaan Tuhan sangatlah mutlak dan tidak dapat dibagi, bahkan dalam pandangan Bodin, Tuhan tidak mampu menciptakan Tuhan lainnya, karena kekuasaan Tuhan yang tidak dapat dibagi.

A. Kedaulatan Dalam Pandangan Filsuf Barat.
Masyarakat Athena atau negara kota Yunani – untuk tidak mengatakan negara pertama yang mengenal kedaulatan – telah mengenal kedaulatan dalam pemerintahan (baca; negara). Hal ini pengaruh dari para filsuf Yunani saat itu yang sering berbicara tentang masalah manusia dan kelompok-kelompok mereka. Selain itu juga terlihat dari literatur para sarjana-sarjana abad pertengahan yang menggunakan istilah Superanus, summa potestas, atau plenitudo potestatis yang berarti wewenang tertinggi dari kesatuan politik. Selain tiga istilah tersebut, Basileus –bahasa Yunani - sebutan untuk raja yang mempunyai kekuasaan yang besar pada zaman Yunani kuno.
Selain Bodin, Thomas Hobbes filsuf barat juga mendefinisikan kedaulatan. Definisi Hobbes tentang kedualatan adalah wewenang yang absolut, luas dalam sebuah wilayah dan tidak mengenal waktu. Wewenang tersebut menurut Hobbes tidak termasuk dalam wilayah privat, individu-individu dalam wilayah tersebut berhak melakukan apa saja yang menjadi keinginan individu. Inti kedualatan bagi Hobbes adalah hak untuk membuat undang-undang. Ia mecontohkan apabila seorang raja membuat undang-undang ; raja tidak dapat dikenakan undang-undang ia buat.
Hobbes dalam mendefinisikan kedualatan tidak lepas dari gagasannya tentang kontrak sosial. Ada empat hal gagasan Hobbes tentang kontrak sosial, pertama, perjanjian terselenggara bukan antara ruler (penguasa) dan ruled (rakyat) tetapi sebuah kesepakatan (agrrement) antara individu-individu untuk mengakhiri keadaan alamiah (state of nature) dan membentuk masyarakat sipil. Kedua, kontrak sosial dilakukan oleh individu-individu yang secara alamiah terisolir dan anti-sosial. Kontrak kedua ini menunjukkan bahwa manusia tidak mempunyai kepentingan alamiah bersama : tetapi merek mempunyai kepentingan untuk mempertahankan masyarakat sipil yang mereka bentuk. Ketiga, individu-individu yang terbentuk dalam perjanjian sosial (social covenant) merupakan konsekuensi dari kedaulatan dari pada sumber kedaulatan. Keempat, orang-orang dituntutmenciptakan kedualatan yang kuat guna menajalankan tatanan internal dan mempertahankan diri dari agresi luar.
Berbeda dengan Bodin dan Hobbes, John Locke – walaupun tidak mendefinisikan kedualatan secara definitif, tetapi ia berpandangan bahwa - kekuasaan tertinggi ada pada masyarakat. Hal ini berasal dari pandangan Locke bahwa manusia berkumpul dan bersepakat untuk membuat pemerintahan sipil. Pemerintahan sipil harus mengikuti arah yang ditentuan kesepakatan mayoritas. Maka, untuk melembagakan gagasan tersebut Locke menggagas adanya pembatasan pemerintah dan pembagian dalam sistem pemerintahan yakni Trias Politika. Menurut Locke hanya ada satu agen politik tertinggi, agen yang dimaksud Locke adalah legislatif sebagai pengawas (trustee) hukum bagi rakyat dan pemegang kedaulatan.
Sedangkan Montesqueiu lebih condong pada paham demokrasi dalam pemerintahan. Karena dalam paham atau asas ini menunjukkan kedaulatan dalam tangan rakyat. Montesquieu menilai kedualatan tidak dapat terlaksankan kecuali dengan rakyat mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum, yang menunjukkan kehendak rakyat sendiri. Adapun kehendak dari kedualatan adalah kedaulatan itu sendiri.
Rakyat sebagai penguasa tertinggi wajib mengatur segala sesuatu yang berada di dalam lingkungannya. Sedangkan hal-hal yang diluar kemampuan mereka harus dilakukan oleh para menteri.
***
Ada beberapa macam teori kedualatan dalam pandangan pemikir atau filsuf Barat, antara lain :
1. Kedaulatan Tuhan
Menurut sejarah, teori kedaulatan tuhan adalah teori kedaulatan paling tua dibandingkan dengan teori kedaulatan lainnya. Dalam teori kedaulatan tuhan, tuhan lah yang mempunyai kuasa terhadap segala alam dan manusia dimuka bumi. Paham kedaulatan ini berkembang pada abad pertengahan, yakni antara abad V sampai abad XV masehi.
Hal ini terjadi seiring perkembangan agama Kristen di Eropa. Yang awalnya perkembangan agama Kristen di toleransi oleh kerajaan Romawi akhirnya diakui – karena menjadi kelompok agama yang mempunyai pengaruh besar dalam negara - menjadi agama resmi negara. Dari pengakuan ini masih menyisakan masalah yakni masalah antara kelompok politik dan kelompok agama. Karena kelompok politik mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap negara mencakup loyalitas terhadap dewa-dewa negara, hal ini ditolak oleh kelompok agama karena bertentangan dengan doktrin agama Kristen. Kemudian pemuka agama Kristen melakukan pengorganisiran terhadap penganutnya yang kemudian menjadi organisasi keagamaan, yakni gereja dan di kepalai oleh Paus.
Salah satu tokoh teori kedaulatan tuhan adalah St. Augustinus yang menyatakan bahwa yang mewakili Tuhan di dunia dan juga dalam suatu negara adalah Paus. Antara kekuasan raja dan Paus itu sama, maka ada pembagian wilayah kekuasaan. Dalam pembagian ini raja berkuasa dalam wilayah kedunawian dan paus berkuasa dalam wilayah keagaman. Dalam perkembangannya Marsillius menitik beratkan kekuasan berada di tangan raja sebagai wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di bumi. Namun dalam karya Unam Sanctam, meyatakan bahwa :
“ …. Oleh karena itu, keduanya, kekuasaan spiritual dan kekuasaan dunia, berada di tangan Gereja.... Karenanya satu pedang harus berada dibawah pedang lainnya dan kekuasaan dunia tunduk pada kekuasaan spiritual… Oleh karenanya, jika kekuasaan bumi menyimpang, ia harus dihakimi oleh kekuasaan spiritual.. Tetapi jika kekuasaan tertinggiu menyeleweng, ia hanya bisa dihakimi oleh Tuhan, bukan oleh manusia.”

Dari karya tersebut menurut beberapa komentator menjadi dasar bagi Paus untuk melakukan imperialisme kepada kerajaan-kerajaan yang tidak mau tunduk dibawah kekuasaannya. Machiavelli mencatat banyak negara-negara yang takut untuk tidak tunduk dibawah kekuasaan geraja (baca ; Paus) karena dua hal pertama karena negara-negara dibawah kekuasaan Paus takut akan kebesaran Gereja, kedua tidak adanya kardinal yang menyebabkan pertikaian diantara negara bawahan Paus.

2. Kedaulatan Raja
Dalam penghujung abad ke-16, di Eropa muncul pemikiran-pemikiran politik yang menitik beratkan pada kedaulatan raja sebagai sumber kekuasaan politik. Dengan adanya paham ini kekuasaan Gereja terhadap kerajaan-kerajaan di Eropa mulai memudar. Raja sebagai penguasa dalam sistem negara monarki mempunyai kekuasaan dominan terhadap elemen-elemen yang ada dalam negara. Karena – hal ini berasal dari asumsi - rakyat menyerahkan kekuasan mereka kepada raja untuk mengatur kehidupan warga negara (baca; rakyat). Awalnya konsep ini (baca; kedaulatan raja) dapat diterima oleh rakyat. Namun, lama kelamaan kekuasaan raja yang dominan membawa rakyat kearah yang tidak memberikan ruang dan hak kebebasan dan kemerdekaan bagi rakyat. Dengan kondisi yang merugikan rakyat kemudian kekuasaan raja yang dominan dibatasi.
3. Kedaulatan Negara
Dalam pandangan Jean Bodin dalam mendefinisikan negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama oleh kekuasaan yang berdaulat. Dengan pemahaman negara tersebut, adanya negara untuk menciptakan sebuah kehidupan yang baik dan membuat warganya menjadi bijak dan yang terpenting adalah adanya kedaulatan.
Menurut Bodin, yang membedakan negara dengan organisasi atau komunitas lainnya adalah adanya kedaulatan. Dalam teori kedaulatan ini, kekuasaan berasal dari negara.
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, dalam buku Ilmu Negara mencatat bahwa teori kedaulatan negara ini muncul di Jerman. Untuk mempertahankan kekuasaannya, raja merangkul golongan bangsawan, angkatan perang atau militer dan birokrasi yang ada di Jerman waktu itu. Teori ini juga dikatan sebagai kelanjutan dari kedaulatan raja.
Rakyat yang mempunyai paham kedaulatan rakyat dikhawatirkan oleh raja, rakyat akan melakukan pemberontakan terhadap raja. Untuk mengantisipasi agar rakyat tidak melakukan pemberontakan terhadap raja, kemudian raja membuat teori baru tentang kedaulatan. Teori raja menyatakan bahwa rakyat membentuk dirinya menjadi negara. Sehingga rakyat identik dengan negara, maka, negara harus berdaulat. Karena kedaulatan negara diangggap terlalu abstrak maka kedaulatan atau kekuasaan di berada ditangan raja.
Selain Jean Bodin, penganut teori ini adalah Georg Jellinek. Dalam teori Jellinek, hukum adalah penjelamaan dari negara, karena hukum yang membuat negara, maka negara dengan suka rela mengikat dirinya dengan hukum untuk melaksanakan kekuasaannya.
Teori kedaulatan negara ini kritik oleh Krabbe. Menurut Krabbe kalau negara berdaulat dengan menjelmakan diri dengan hukum, bagi Krabbe hal sangat bertentangan dengan kenyataan. Dari kritikan atau tanggapan Krabbe terhadap terori kedaulatan negara, Krabbe mengganggap bahwa yang berdaulat bukanlah negara tetapi hukum.
4. Kedaulatan Hukum
Menurut teori kedaulatan hukum atau rechts-souvereinteit kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah hukum. Raja atau penguasa maupun warga negara atau rakyat semuanya tunduk terhadap hukum. Semua tindakan yang dilakukan oleh raja atau rakyat harus sesuai dengan hukum.
Kedaulatan ini bersumber dari kesadaran masyarakat atau rakyat yang mempunyai rasa membuat hukum yang baik. Dengan rasa kesadaran akan hukum, maka manusia mengeluarkan perasaan (baca; kesadarannya) sehingga mampu membedakan adanya norma – norma yang terlepas dari kehendak kita. Adanya sesuatu yang diluar kehendak kita, maka kita mengeluarkan reaksi tersebut untuk menetapkan sesuatu yang baik, adil dan sebagainya.
Kemudian, hukum dinyatakan sebagai jelmaan dari kehendak manusia. Menurut Krabbe, yang kemudian diteruskan oleh muridnya Kranenburg, hukum itu diluar kehendak negara, dan dia memberikan kepada hukum kepribadian sendiri.
Berbeda dengan Krabbe, tentang teori kedaukatan hukum adalah Hans Kelsen. Hukum berlaku tanpa menunggu penerimaan masyarakat atau rakyat, karena hukum bersifat imperatif. Teori Kelsen tidak mengenal negara, karena negara menurut Kelsen merupakan kumpulan dari peraturan hukum yang berlaku di masyarakat. Pemahaman arti negara dan arti hukum dikonkritkan dalam tubuh raja. Maka, kedaulatan negara sama dengan kedaulatan hukum yang bersifat imperatif.
5. Kedaulatan Rakyat
Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln, dalam pidato peresmian pemakaman nasional Gettyburg mengatakan bahwa pemerintahan yang ada di Amerika Serikat adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pernyataan Lincoln memang sangat populer di dunia dengan asas demokrasi yang diikuti oleh banyak negara di dunia. Pernyataan Lincoln menunjukkan bahwa kedaulatan dalam sebuah negara adalah kedaulatan rakyat.
JJ Rousseau salah satu tokoh teori kedaulatan rakyat. Rousseau membagi kehendak rakyat menjadi dua. Pertama Volonte de Tous atau kehendak seluruh rakyat. Yang dimaksud Rousseau dengan Volonte de Tous adalah perjanjian seluruh rakyat untuk membentuk negara. Persetujuan rakyat dalam perjanjian ini tidak dapat dicabut apabila suatu waktu rakyat tidak sepekat dengan perjanjian yang ada.
Kedua, Volonte Generale setelah terbentuknya negara, suara terbanyaklah yang menjalankan sistem pemerintahan suatu negara tersebut. Dengan suara terbanyak dalam memutuskan suatu perkara (meedesheid belsuit) yang kemudian muncul kediktatoran mayoritas (meedesheid dictatuur).
Kehendak rakyat yang kedua sama dengan yang dinyatakan Montesquieu dalam buku The Spirit of Law, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi wajib mengatur segala sesuatu yang berada dalam lingkungan kekuasaannya.
Imanuel Kant mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan yang dimaksud Kant, kebebasan yang di batasi oleh undang-undang. Undang-undang adalah jelmaan dari kehendak rakyat. Jadi rakyatlah pemeang kekuasaan tertinggi.

B. Kedualatan Dalam Pandangan Filsuf Islam

Wacana kedaulatan dalam dunia Islam juga mendapatkan perhatian yang cukup besar. Hal ini terlihat dengan beberapa intelektual muslim dari zaman klasik sampai zaman kontemporer yang mendefinisikan kedaulatan. Antara lain Ibn Arabi, Al Ghazali, Ibn Sina, Fazlur Rahman, Abu A’la al Maududi, Ayatullah Khomeini, dll.
Kalau kita runut dari sejarah negara Islam, di mulai pada periode Madinah. Di kota inilah, nabi Muhammad meletakkan sendi-sendi negara Islam. Pada periode ini Islam belum mendeklarasikan diri sebagai komunitas yang berubah menjadi negara. Umat Islam masih menjadi sebuah komunias yang berada di Madinah bersama dengan suku-suku yang ada di Madinah sebelumnya yakni Auz dan Khazraj yang sudah masuk Islam.
Seiring dengan perjalanan waktu, Islam menjadi sebuah komunitas yang mempunyai kekuatan yang besar, hal ini terlihat dengan kekuaatan militer yang dimiliki Islam mampu menguasai wilayah semenanjung Arab. Kondisi ini tidak berubah sampai kepemimpinan khulâfa’ ar-rasyidûn. Setelah periode khulâfa’ ar-rasyidûn timbullah dinasti-dinasti Islam yang ada di wilayah Arab, Persia, Afrika Selatan dan Eropa.
***
Berbagai macam dan jenis kedaulatan dalam pemikiran para filsuf Islam. Selanjutnya kita akan membahas kadualatan dan jenisnya dalam pemikiran filsuf Islam.

1. Kedualatan Tuhan
Beberapa filsuf Islam berpendapat bahwa dalam negara Islam yang bedaulat adalah Tuhan yakni Allah SWT. Salah satunya Nizam al Mulk al Tusi berpendapat bahwa raja memerintah atas darsar anugrah Allah untuk membuat kebijakan agar masyarakat yang dipimpinnya mendapatkan kebahagiaan di dunia. Sedangkan W. Montgomery Watt sebagaimana di kutip Harun Nasution menyatakan bahwa untuk khalifah Bani Umayyah dengan sebutan Khalifatullâh (wakil Tuhan) dan untuk Bani Abbasiyah dengan sebutan Zhillullâh fi al-Ard (bayang-bayang Tuhan di bumi).
Abul A’la al-Maududi mengatakan bahwa dalam politik islam yang cocok adalah Kerajaan Tuhan (Kingdom of God) atau dalam bahasa politiknya Teodemokrasi. Dalam pandangan al-Maududi, konsep teodemokrasi Islam berbeda dengan teokrasi yang pernah ada di Eropa yang dikuasai oleh sekelompok orang (baca; pendeta) yang memaksakan kekuasaan ketuhanan kepada rakyat. Islam dalam penyelenggaran pemerintahan dilakukan oleh seluruh rakyat dengan berpegang kepada kitabullah dan sunnah.
Ayatullah Khomeini berpendapat bahwa pemerintahan Islam adalah pemerintahan konstitusional. Kontitusional disini mempunyai pengertian suatu subjek dari kondisi-kondisi tertentu yang berlaku dalam kegiatan pemerintahan dan mengatur negara yang dijalankan oleh pemimpin, yaitu kondisi yang telah dinyatakan dalam oleh al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Karakteristik pemerintahan Islam dalam pandangan Khomeini, kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang dan wewenang menegakkan hukum secara eksklusif hanya milik Allah SWT.
2. Kedualatan Raja
Pemimpin negara atau sering di sebut dengan khalifah, dalam paham kedaulatan raja menjadi simbol kekuasaan kerajaan atau dinasti. Pada umumnya filsuf muslim menjadikan raja sebagai wakil Tuhan di bumi. Namun tidak bagi al-Farabi, menurut al-Farabi kedaulatan sebuah negara berada dalam tangan raja. Dalam pandangan al-Farabi, pemegang kedualatan harus satu yakni orang yang mempunyai bakat dan dapat membimbing orang lain. Selain itu al-Farabi mengkritik filsuf Yunani yang menggagas cita-cita ideal sebuah negara yang sangat sulit untuk dipenuhi, hal ini mengakibatkan orang harus memilih Tuhan sebagai penguasa.
3. Kedualatan Hukum
Konsep kedualatan hukum dalam Islam sama dengan kedaulatan hukum yang dipahami oleh para filsuf Barat. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara adalah hukum. Filsuf Islam yang menganut paham ini adalah Majid Khadduri. Dalam pandangan Khadduri, sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan Nomokrasi bukan Teokrasi sebagaimana asumsi sebagian besar masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan nomokrasi adalah sebuah sebuah pemerintahan yang berdasarkan undang-undang resmi, aturan hukum dalam suatu masyarakat.
Pemahaman Khadduri ini tidak lepas dari konsep syari’ah merupakan hukum perjanjian antara Tuhan dan manusia. Dari konsep ini kemudian muncul konsep single contract dan two contract. Single contract merupakan perjanjian antara sesama manusia yang membentuk sebuah institusi masyarakat. Sedangkan two contract, mengasumsikan bahwa manusia yang tergabung dalam masyarakat mengangkat seorang pemimpin atau raja untuk memerintah dengan segala kondisi dan keterbatasan yang ada dalam pemerintahannya.
4. Kedualatan Rakyat
Kedaulatan rakyat pada era saat ini sangat-lah populer dibandingkan dengan paham kedaulatan lainnya. Pemikir-pemikir Islam baik klasik maupun kontemporer telah menggagas kedaulatan rakyat. Filsuf klasik yang terkenal dengan gagasan kedaulatan rakyat adalah Ibn Sina dan al-Mawardi. Gagasan Ibn Sina dapat dilihat dari konsep pemilihan kepala negara yakni dengan dua cara, pertama kepala negara di calonkan oleh kepala negara sebelumnya, atau kedua melalui pemilihan yang dilakukan oleh para tokoh yang di percaya oleh rakyat. Pendapat al-Mawardi hampir sama dengan Ibn Sina, dalam pemilihan kepala ada dua cara, pertama pemilihan yang dilakukan oleh ahl hal wal ‘aqd, kedua dengan penunjukan kepala negara sebelumnya. Ibn Khaldun menegaskan akan pentingnya pemilihan kepala negara. Ia berpendapat bahwa masyarakat memerlukan seorang wazi’ atau pemimpin untuk melaksanakan kekuasaan dan memperbaiki kehidupan masyarakat dan mencegah perbuatan aniaya diantara sesama.
Mengenai kedaulatan rakyat, intelektual muslim kontemporer Hasan al Banna menyatakan bahwa dalam ajaran Islam tanggung jawab negara ada pada para pemimpin negara.
Konsep kontrak sosial dalam Islam juga menunjukkan bahwa kedaulatan ada dalam tangan rakyat. Dalam konsep kontrak sosial bahwa kekuasaan ada melalui perjanjian masyarakat. Dengan kata lain bahwa kekuasaan rakyat di serahkan kepada sebuah lembaga negara atau seseorang. Dan apabila seseorang telah terpilih sebagai pemimpin negara, al-Baqillani pemimpin tersebut tidak mempunyai hak membatalkan perjanjian yang telah disepakati.
Mehdi Hadavi menjelaskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan seluruh tindakannya merupakan fenomena ilmiah. Seperti saat mansuia memilih tempat tinggal, ia dapat memilih tempat tinggal secara bebas. Saat manusia telah menetapkan sebuah tempat untuk ditinggali, maka ia mempunyai hak kepemilikan atas rumah yang ia tempati. Begitu juga dengan kepemilikan bersama sebuah lingkungan yang lebih besar, seperti kepemilikan bersama sebuah negara – karena manusia hidup bersama dalam sebuah lingkungan yang lebih besar. Hal ini mendorong individu-individu mewakilkan seseorang atau sekolompok orang untuk membaktikan diri demi kehidupan yang damai.